Powered By Blogger

fotoku

Senin, 22 Februari 2010

Tugas BLK 2

Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1998 tanggal 20 desember 1998 dinyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (illegal title) atas aktiva yang disewagunausahakan tetap berada pada perusahaan sewa guna usaha meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha tanggung jawab atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna usaha.
Terlepas dari ketentuan tersebut, ditinjau dari aspek akuntansi, paragraph 35 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi dari suatu peristiwa/ transaksi daripada bentuk hukumnya.
Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta resiko yang melekat pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai perolehan suatu aktiva dan terjadinya kewajiban bagi penyewa guna usaha, dan suatu penjualan atau pembiayaan bagi perusahan sewa guna usaha.
Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan resiko yang melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai transaksi sewa guna menyewa biasa antara perusahaan sewa guna usaha dengan penyewa guna usaha.

Tugas BLK

1. Latar Belakang

Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/SK?2/1974 dan No. 30/Kpb/1/74 tanggal 7 Februari 1974 tentang “ Perizinan Usaha Leasing “. Sejak itu dan khususnya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewaguna usaha makin bertambah dan meningkatkan dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha.

Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaan swasta nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna usaha sebagai alternative pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pegusaha di Indonesia, disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan.

Perluasan cara-cara pembiayaan tersebut sejalan dengan definisi leasing atau sewa guna usaha sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut diatas yang menyatakan :

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah di sepakati bersama “

Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam pasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini :

a) Perusahan Sewa Guna Usaha ( Leasing Company ) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Finance Lease maupun Operating lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarakan pembayaran secara berkala.

b) Finance Lease adalah Kegiatan Sewa Guna, dimana Penyewa Guna Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.

c) Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha dimana Penyewa Guna Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.

d) Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor).

Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah pengertian dasar sewa guna usaha di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa guna usaha untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada hakikatnya merupakan usaha sewa-menyewa biasa.

2. Jenis-jenis Leasing

Jenis-jenis sewa guna usaha (leasing) yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis sewa guna sewa yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut, adalah sebagai berikut :

2.1.Finance Lease ( Sewa Guna Usaha Pembiayaan )

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal yang menjadi objek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala dimana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahan sewa guna usaha.

2.2. Operting Lease ( Sewa-Menyewa Biasa )

Dalam sewa guna usaha ini, perusahan sewa guna membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, sejumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.

Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.

2.3.Sales-Type Lease ( Sewa Guna Usaha Penjualan )

Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease) dimana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini sering kali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.

2.4.Leverage lease

Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatakan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.

3. Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha

Ditinjau dari teknis pelaksanaanya, transaksi sewa guna dapat dilaksanakan sebagai berikut :

3.1.Sewa Guna Usaha Langsung (Direct Lease)

Dalam transaksi jenbis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna sehingga atas permintaannya perusahan sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.

Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan pembiayaan melalui sewa guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi.

3.2.Penjualan dan Penyewaan Kembali ( Sale and Leaseback )

Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.

4. Sewa Guna Usaha Sindikasi

Dalam sewa guna sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna usaha. Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau karena factor-faktor lain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha akan ditunjuk sebagai kordinator sehingga penyewa guna usaha cukup berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan baik melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan dan penyewaan kembali.

Mengenai Saya